Jumat, Oktober 07, 2011

Nasehat Dua Bapak Supir

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Malam semakin larut, udara dingin pun mulai menusuk tulang. Kesejukan bumi cisarua bener-bener terasa, lebih sejuk dari Jakarta. Setelah beberapa saat tiba di salah satu hotel tempat kami dan pimpinan menginap, saya mengobrol dengan dua bapak-bapak supir dari atasan kami. Bercerita kesana kemari, sampai berbagai nasehat pun saya terima dari beliau-beliau ini.

Dari segi umur ,mungkin saya sudah sekelas cucu mereka, Beliau berdua memang sudah sepuh. Malam mini, saya seakan mendapatkan wejangan-wejangan berharga dari keluarga saya sendiri. Salah satu dari bapak ini dulunya adalah seorang Preman yang cukup di segani, atau mungkin dulunya tentara?ah ..saya tidak tanya sampai mendalam. Beliau bercerita masa mudanya, seorang yang cukup disegani, selalu bawa bayonet, masalah minum minuman keras dan sejenisnya pernah beliau lakukan, hingga akhirnya sampai sekarang beliau berhenti melakukannya. Ketika saya tanya, tepatnya kapan bapak berhenti dan mulai sadar? Beliau menjawab, ketika saya mulai berkeluarga, saya punya komitment dalam diri untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jelek saya. Dari sinilah mulai nasehat-nasehat dan wejangan diberikan ke saya. “Mas. Masih muda dan ibaratnya masih baru awal bekerja, nggak usah neko-neko dalam hidup, qonaah,tak perlu memandang keatas untuk masalah dunia, bukan berarti kita tidak berusaha atau pasrah akan tetapi disyukuri apa yang ada. Nggak perlu gelisah, iri ataupun dengki ketika rumput tetangga lebih hijau, hemat dan mulai menabung”..akupun mendengarkan dengan seksama nasehat-nasehat mereka berdua. Harta tidak akan kita bawa mati mas!.Pisahkan harta yang halal, jangan sampai uang haram dibawa ke rumah,yang penting cukup dan berkah. Banyak prihatin mas dan banyak berbagi walaupun seperak dua perak,tapi akan membuat hidup kita tenang dan bahagia.”

Trus beliau menceritakan, baru beberapa tahun beliau sering ke masjid, mulai sholat. Melihat beberapa orang yang meninggal, beliau jadi berfikir akan bekal apa yang harus disiapkan, beliau menjadi sadar bahwa kita semua akan mati, Dan beliau mendapat nasehat dari seorang ustadz agar menjaga dan memperbaiki sholatnya.”Kita makan 3x sehari karena kita butuh dan lapar, tetapi kenapa kita juga nggak begitu dalam masalah sholat, Jadi lelaki kalau biasa sholat tepat waktu dan berjamah di masjid, insyaallah hidup kita akan berkah.Kalau untuk maksiat saja kita rela membayar dan mengeluarkan uang, kenapa untuk kebaikan,untuk sholat yang gratis kita tidak mau?ujar beliau. Beliau mengatakan Sholat membuat dirinya menjadi damai dan tenang.

Dalam hal masalah pekerjaan, beliau menasehatkan, awali dengan bismillah. Beliau mencertikan pekerjaan istrinya yang sebagai perawat, modalnya adalah Bismillah, berusaha memberikan yang terbaik, ikhlas, walaupun pekerjaannya berat. Posisikan orang yang kita layani adalah seperti keluarga sendiri, berikan pelayanan yang terbaik. Apakah kita mau, pasang infus untuk saudara kita,atau anak kita sampai terluka , berdarah-darah? nggak mau kan?pasti kita ingin memasangnya dengan penuh kelembutan, tidak seenaknya. Itulah yang juga di maui oleh pasien. Ikhlas saja dalam bekerja..deg..saya pun hanya bisa tertunduk? sudah bisakah aku berbuat demikian, diri ini masih diberikan kesempatan untuk bermuhasabah diri.

Dalam masalah keluarga beliau menceritakan bahwa orang tua pasti sayang sama anaknya. Walaupun gaya mendidik nya berbeda-beda. Beliau menginginkan yang terbaik buat anaknya. Lebih baik prihatin, ataupun berkorban demi kebahagiaan anaknya. Satu hal yang saya dapat, sebuah rasa tanggung jawab sebagai seorang lelaki, tangung jawab seorang bapak. Beliau dulu pulang 2 pekan sekali ke Lampung, karena bekerjanya di Jakarta. Yang selalu dia bawa adalah barng-barang kebutuhan anaknya, sepatu,tas dan baju.

Kalaupun bapak satunya, sudah beberapa kali saya pergi dengan beliau. Beliau adalah orang yang sangat rajin sholat malamnya, sholat duhanya dan juga rajin puasa. Di usianya yang semakin senja, beliau masih berusaha untuk menjaga konsistensinya dalam hal beribadah. Hidup nggak hanya mengejar dunia, semua pasti akan mati.Maka bekal yang perlu disiapkan adalah bekal untuk kehidupan setelah mati.

Banyak hal yang sebenarnya bisa di gali dari obrolan kami, banyak wejangan-wejangan yang beliau sampaikan. Menjadikan diri ini berefleksi diri, atas segala kekurangan dan kesalahan-kesalahan.Kita lihat apa yang beliau sampaikan, bukan siapa yang menyampaikan. Jika yang disampaikan adalah sebuah kebenaran, kebajikan, maka dari siapapun nasehat itu disampaikan, kita harus menerimanya. Akan sangat rugi jika kita melewatkan nasehat orang lain yang akan mampu membuat diri kita jadi lebih baik.Terimakasih bapak-bapak supir atas seluruh nasehatnya.Jika setiap tempat adalah sekolahan, maka setiap orang adalah guru.

_Royal Safari Garden, 7 Oktober 2011_

_subuh yang indah ditengah sejuknya kota cisarua_

Senin, Agustus 01, 2011

AKU DAN KH AHMAD DAHLAN

Pagi ini, setelah membaca Al-Qur’an beberapa lembar, aku pun penasaran membaca sebuah buku yang tergeletak di ruang tamu . Sambil menunggu waktu makan sahur, ku buka lembaran-lembaran buku itu, kubaca dan kulihat sekilas, hingga sampailah pada foto salah satu tokoh pahlawan Indonesia. KH Ahmad Dachlan, dengan Perserikatan Muhamadiyahnya. Dengan judul yang mencolok dan di tulis dengan ejaan lama, Persjarikatan Moehammadijah..ku amati satu per satu kata yang tertulis, kubaca kalimat demi kalimat yang terangkai menjadi sebuah paragraph cerita yang apik.

KH Ahmad Dachlan adalah pendiri Persjarikatan Moehamadijah. Di masa kecilnya bernama Mochammad Darwis bin Kiai Hadji Aboebakar, jika dilihat dari silsilahnya, beliau masih keturunan Maoelana Malik Ibrahim yang terkenal menjadi salah satu wali songo dalam sejarah perkembangan islam di Indonesia, lebih lanjut ternyata KH Achmad Dahlan adalah keturunan Rasulullah SAW melalui Al Moehadjir bin ‘Isa

KH Ahmad Dahlan terpanggil hatinya untuk menjawab tantangan kemiskinan structural masyarakat muslim korban penindasan system Tanam Paksa yang berlangsung 93 tahun (1830-1919M).Target aktivitas organisasi Persjarikatan Moehammadiyah adalah anak-anak yatim piatu. Dalam pandangan K.H Achmad Dachlan, system Tanam Paksa benar-benar meninggalkan kesengsaraan umat.

“Kondisi yang demikian menyedihkan tidak dapat dibiarkan. K.H. Achmad Dahlan membacakan kembali surah al-maun (QS 107:1-7), untuk membangkitkan kesadaran solidaritas kaum Muslimin terhadap saudaranya sesama Muslim yang terlanda derita menjadi fakir miskin dan yatim piatu, sebagai dampak dari Tanam Paksa, penindasan system pajak, dan penidasan lainnya dari pemerintah colonial Belanda,Apabila kaum muslimin tidak memedulikan nasib keduanya, mereka tidak ubahnya orang yang mendustkana agama islam (QS:107).”

Aku pun sedikit terhenyak, kata-kata ini kembali kubaca,kuamati tiap kalimatnya, satu paragraph yang ditulis oleh penulis buku ini membuatku seakan tertampar,tersindir...Aku pun melanjutkan membaca beberapa paragraf berikutnya

Untuk menyantuni kalangan dhuafa, dibentuklah Majlis Penolong Kesengsaraan Rakyat Oemoem (MPKO) pada 1918 M…

Dalam buku ini tidak membahas secara detail tentang biografi dan sejarah Muhamadiyah, buku karangan Ahmad Mansyur Suryanegara yang berjudul API SEJARAH ini menceritakan tentang mahakarya ulama dan santri dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sang penulis menceritakannya dengan apik. Ahmad Mansur Suryanegara telah mendudukkan sejarah sungguh sebagai sejarah; bukan hanya catatan peristiwa masa lalu, melainkan peristiwanya itu sendiri, HISTORIA VITAE MAGISTRA, itulah yang diperhatikan guru besar ini. Buku yang cukup menarik dan menambah wawasan, memberikan sebuah gambaran sejarah Indonesia dengan sudut yang lain.

Sehabis subuh, aku pun masih penasaran dengan sosok KH.Achmad Dahlan, ku cari lewat google tentang biografi tokoh ini.

KH Achmad Dahlan dibesarkan di lingkungan pesantren, pada umur 15 tahun ,beliau sudah naik haji ke Mekkah dan dilanjutkan menuntut ilmu di sana selama 5 tahun.

Aku pun terus membaca biografi singkatnya, dan aku berpikir, betapa hebatnya para pendahulu bangsa ini dalam memperjuangkan hak-hak mereka, betapa hebatnya mereka memperjuangkan hak-hak saudaranya, sungguh luar biasa.

Pagi ini aku sedikit mendapatkan sebuah inspirasi yang luar biasa dari seorang tokoh,seorang guru, seorang kyai, seorang pahlawan bangsa. 143 tahun yang lalu ,1 agustus 1868,lahir seorang tokoh bangsa,tokoh ulama ,tokoh pendidikan dari bangsa ini. Di perjalanan hidupnya, beliau mampu melahirkan karya-karya besar, bukan hanya bermanfaat bagi dirinya, akan tetapi juga bermanfaat untuk orang lain, agama dan bangsanya.

Lalu, bagaimanakah dengan aku?. 1 Agustus, 25 tahun lalu aku dilahirkan, akan tetapi belum ada sesuatu hal yang berarti yang bisa ku berikan, belum ada sebuah karya yang aku hasilkan. Menulis gagasan-gagasan pun aku masih kesulitan, belum banyak hal yang bisa kuberikan ke keluarga, masyarakat, agama, dan bangsa ini.

Akan tetapi, salahkah aku jika aku mempunyai sebuah cita-cita sebagaimana cita-cita K.H Ahmad Dahlan?Salahkah aku jika aku mempunyai sebuah kegelisahan yang sama yang mungkin beliau rasakan juga. Memang, aku dilahirkan dari keluarga biasa, tidak dibesarkan dari keluarga santri atau pesantren, tidak dibesarkan dilingkungan Muhamadiyah, akan tetapi KH.Ahmad Dahlan , pagi ini menginspirasiku, untuk bisa berbuat lebih bagi orang lain, bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Masalah bangsa ini juga menjadi masalah kita sebagai warga negaranya, keresahan bangsa ini adalah keresahan kita sebagai penduduknya. Salahkah, temen-teman kami yang hidup di pelosok desa menginginkan pendidikan yang lebih baik?salahkah teman-teman kami yang hidup di desa, yang makan nasi tiwul, yang mium air tajin untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik untuk menggapai cita-cita mereka?apakah orang-orang yang bisa makan roti dan minum susu saja yang berhak mendaptkan pendidikan yang baik?

Begitu banyak sarjana yang telah dihasilkan di negeri kita tercinta ini, begitu banyak kaum-kaum terpelajar yang menghuni negeri ini, akan tetapi kenapa kondisi bangsa kita masih seperti ini?. Bukankah mereka adalah orang-orang yang cerdas, orang-orang yang ahli? Tak sanggupkah para lulusan Sarjana yang cumlaude itu berkumpul untuk mencari solusi permasalahan negeri ini?

Ah..anda terlalu idealis,tidak realistis bung!..saya jadi teringat sebuah tulisan dari kakak sepupu saya,tentang Hutang Kaum Terpelajar? Apa benar kita tidak mampu? Beliau mengutip sebuah perkataan Mao Tse Tung” “ Datangilah orang-orang yang sedang bekerja, perhatikan dengan seksama. Kemudian pulanglah dan rumuskan dalam asas dan teori untuk engkau bawa kembali kepada mereka. Umumnya mereka bekerja hanya dengan landasan pengalaman dan kebiasaan, maka diharapkan dengan asas dan teori yang engkau rumuskan dapat membuat kerja mereka menjadi lebih baik”

Coba jika kita mempraktekkan apa yang diucapkan Mao tersebut di atas. Sarjana pertanian mau menyempatkan bagaimana petani bekerja kemudian berfikir dan mengemukaan solusi agar hasi lebih baik. Sarjana ekonomi menyempatkan ke pasar tradisional sekedar mengamati bagaimana para penjual tersebut bekerja. Mungkin dari sana muncul ide bagaimana mengelola secara lebih baik. Saya tidak berpretensi bahwa hal ini dapat dicapai dalam jangka waktu yang singkat. Tapi cobalah, kita menyempatkan untuk memperhatikan rakyat kita dan sedikit keringat dan konsentrasi semoga ada tawaran solusi. Tapi jelas kalau menyempatkan saja tidak mau, bagaimana akan bisa memberi solusi. Apalagi jika memperhatikan rakyat hanya sekedar memperhatikan rakyat dalam statistic.

Benar memang, perkataaan orang, bahwa “JASMERAH” Jangan lupakan sejarah!. Dengan sejarah kita bisa belajar, dengan sejarah kita bisa mengambil pelajaran, dengan sejarah kita bisa mengambil hikmah. Pagi tadi, dengan membaca buku sejarah seolah menamparku,mengingatkan ku, “Hai Taufiq! 25 tahun hidupmu di dunia, kamu sudah berbuat apa!berapa besar kemanfaatan yang telah kau berikan!”Aku hanya bisa diam tertunduk malu,aku akui, belum apa-apa,belum ada apa-apa.

Jika para kaum terpelajar dulu bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan bangsanya?bagaimana dengan kita, yang mengaku Sarjana?tapi ternyata tak sebijak yang dikira, tak sebijak orang-orang diluar sana yang dengan segala keterbatasannya memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Jika konsekuensi iman adalah amal sholih, amalan apa yang sudah kita berikan? Jika sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain, kemanfaatan apa yang telah kita berikan?

Dimulai dari hal yang kecil, dimulai dari diri sendiri, dan dimulai saat ini juga. Allah masih memberikan kesempatan hidup buat kita sampai saat ini, belum ada kata terlambat untuk berbuat, walaupun kecil.

25 Tahun Ya Rabbana

Hamba Hidup di dunia

Hamba Penuh Dosa

Hamba Mohon Ampun

1 Agustus 2011, dua puluh lima tahun hamba hidup di dunia, tetapi belum banyak amalan yang hamba perbuat.Semoga, Allah memberikan kekuatan untuk mencapai mimpi-mimpi hamba.Amin Ya Rabb.Sebuah Nasehat yang ditulis KH.Ahmad Dahlan untuk beliau sendiri, yang saya adaptasi,semoga menjadi pengingat .

Wahai Taufiq, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Taufiq, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

Jakarta,waktu dhuha,1 Ramadhan 1432 H/ 01 Agustus 2011

_refleksi perenungan diri,25 tahun hamba di dunia_

M.Taufiq Hidayat

.

Rabu, Juli 06, 2011

TELPON CINTA DARI BAPAK

Hari itu, langit Jakarta sudah mulai menguning, burung-burung telah kembali ke sangkarnya, matahari sedikit demi sedikit merangkak tenggelam di ufuk barat. Ku habiskan waktuku di depan netbook kecil sambil menunggu adzan maghrib berkumandang. Tiba-tiba hape ku bergetar, ada telpon masuk, ku lihat disitu tertulis nama “Bapak”. Segera ku angkat telpon dari beliau..”Halo,,piye kabare le?,akeh dongo yo (Halo, gimana kabarnya?, kemudian Bapak membacakan sebuah doa, yang sebenarnya aku sendiri sudah tidak asing dengan doa itu, hanya saja, mulut ini ternyata telah jarang melafadzkan doa ini..La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin”, kata beliau, saya di suruh untuk membaca doa ini, dan semoga mendapatkan daerah penempatan terbaik, setelah itu telpon pun di tutup. Dialog singkat dengan Bapak sore itu seakan memberikan sebuah pengingatan besar padaku, seolah olah aku kembali di ingatkan, kembali di tepuk, untuk kembali mengingat Sang Maha Pencipta. Berbagai rutinitas yang melelahkan, rutinitas yang membosankan ternyata membuat diri ini lalai, seolah–olah bapak ku ingin berpesan:”le elingo…Nak Ingatlah, bahwa kita terlalu berkubang dalam kemaksiatan, terlalu dzholim, dan menjadi hamba-hamba Allah Yang Lalai, kita seakan hanya butuh Allah ketika kita sedang membutuhkan. Degg,,…aku pun hanya bisa tertunduk..seolah-olah inilah teguran Allah buat saya, lewat nasehat Bapak saya. Memang, hari-hari itu adalah masa-masa mendebarkan, menunggu pengumuman penempatan tugas dari instansi tempat saya bekerja, di mana kami dituntut harus siap di tempatkan di seluruh wilayah Indonesia. Bukan hanya saya yang berdebar-debar, keluarga di rumah pun selalu menanyakan tentang kabar penempatan.

Sore itu Bapak ku kembali mengajarkan dan mengingatkan akan sebuah doa yang mulai jarang ku baca,,ya doa Dzun Nun yang ternyata adalah doa yang luar biasa. Bapak saya memang bukanlah seorang Kyai, ataupun seorang ustadz, akan tetapi saya yakin, atas petunjuk dari Allah lah, Bapak tergerak hatinya untuk menelpon saya dalam rangka mengingatkan kembali doa itu. Ternyata doa itu sangatlah istimewa, saya bukan lah mufasir atau ahli tafsir, saya sedikit mengambil pelajaran bahwa doa ini paling tidak mengadung tiga komponen : yaitu pengakuan Tauhid, pengakuan kekurangan diri, dan berisi permohonan ampun (istighfar), subhanallah doa singkat tapi luar biasa. Saya pun penasaran, dan kemudian mencari di internet tentang doa ini, dan akhirnya menemukan sebuah hadist,” Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Allah kabulkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 3505. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).Aku pun kembali terhenyak…Subhanallah,,”tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Allah Kabulkan Baginya”.

Sore itu..Bapak telah memberikan pelajaran yang berharga bagiku. Aku yakin, itulah salah satu wujud cinta seorang bapak kepada anaknya. Saya bukanlah seorang anak yang dekat dengan sosok seorang Bapak, seorang anak yang lebih banyak berinteraksi dan komunikasi dengan sang Ibu. Mungkin itulah cara ayah mencintai anaknya, mereka mempunyai cara-cara sendiri untuk mecintai anaknya. Dialog-dialog yang singkat,padat, mungkin itulah cara Bapak, seorang Ayah tak selalu punya ungkapan untuk mengapresiasi kita, saya yakin, bahwa mempunyai Bapak adalah sebuah anugerah, mempunyai ayah adalah sebuah keberuntungan. Betapapun mungkin di luar sana banyak anak-anak yang tersakiti oleh ayahnya, ataupun banyak anak –anak yang merasa jauh dari ayahnya, ayah kita tetaplah ayah kita. Mengantarkan kita lahir kedunia ini adalah tetap salah satu kebaikan darinya. Di dalam diri kita, mengalir darah nya, kita adalah darah dagingnya. Dan sudah sepantasnyalah nama Bapak masuk dalam daftar deretan nama orang-orang yang kita doakan

Telpon dari Bapak sore itu, mungkin salah satu wujud cintanya pada anaknya. Seorang Bapak yang menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Terimia kasih Bapak..Telponmu sore itu adalah telpon cintamu.

#Jakarta,menjelang tengah malam.060711#

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4