Minggu, Juni 13, 2010

SEBUTIR NASI TERAKHIR

“Siap Grak..!!! Sebelum Kita Menikmati hasil jerih payah rakyat pagi ini, marilah kita berdoa menurut Agama dan kepercayaan kita masing-masing, berdoa mulai….selesai, Selamat Makan”.Kalimat-kalimat inilah yang masih terngiang –ngiang di kepalaku. Kalimat pembuka sebelum kami , para peserta diklat memulai prosesi makan di hari itu.Di mulai dengan berbaris rapi,antri dalam mengambil makanan,aba-aba siap..berdoa dan ucapan selamat makan.

Dengan waktu yang terbatas, kami harus menghabiskan makanan yang telah kami ambil, tanpa menyisakan sebutir nasi di piring. Bagi sebagian orang, makan dengan cepat,waktu terbatas dan harus habis adalah hal yang sangat sulit untuk di lakukan. Selama kurang lebih 14 hari kami melakukan itu di acara diklat.Setelah terdengar kalimat “Selamat Makan” makanan di piring pun langsung disikat habis…setelah selesai prosesi makan dilanjutkan dengan berdiri siap,berdoa dan ucapan terimakasih.Setelah selesai, kami pun berjajar mengembalikan piring kotor ke tempatnya dengan rapi.Setiap pagi,siang dan malam, kamipun melakukan prosesi sakral ini…tiga kali sehari sesuai jadwal makn.

########

Sahabat..sebenarnya begitu banyak hal yang dapat kita petik dari prosesi makan kita,setiap individu akan dapat memberikan penafsiran yang berbeda-beda. Akan tetapi paling tidak kita menyadari bahwa makanan yang kita makan adalah hasil jerih payah orang lain,pun ketika kita makan dengan uang kita sendiri. Kita adalah makhluk social yang saling membutuhkan, saling membantu dan saling melayani. Beras yang kita makan berasal dari para petani yang bekerja keras menanamnya,,,pedagang,kuli pun mungkin juga ikut ambil bagian sehingga beras itu sampai ke kita. Petugas masak, yang jasanya sangat luar biasa, rela bangun pagi mulai jam dua malam untuk memasak makanan untuk dihidangkan buat kita. Anda sudah kenal dengan Ibu yang memasakkan makanan buat kita? “Mak Wo”..kebanyakan pegawai di pusdiklat memamnggil beliau dengan sebutan seperti itu. Nama aslinya Bu Darni, Ibu –ibu yang sudah memasuki usia senja dalam hidupnya. Beliau bersama rekan-rekannya dari pemalang, bertugas menyiapkan makanan buat peserta diklat. Memang..memasak adalah tugasnya,..bangun pagi, memasak, menyiapkan makanan adalah tanggung jawabnya, akan tetapi kadangkala kita kurang menghargai hasil jerih payahnya, mengeluh, mencela makanan, kurang ini,kurang itu, akan tetapi kita tak pernah menyempatkan untuk sekedar mengucapkan “terimakasih” kepada beliau,apalagi membantunya mencuci piring.

Ingatlah wahai sahabat..kita hidup di dunia pasti membutuhkan orang lain, banyak orang yang memberikan pelayanan dengan tulus kepada kita, akan tetapi kita jarang berterimakasih kepada mereka. Mungkin sebagian dari kita ada yang anak pejabat, orang kaya, orang terpelajar, seorang sarjana..tapi ingatlah kehidupan ini terus berputar, kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Kadangkala manusia berada di posisi atas, kadangkala pula akan berada di posisi bawah .Boleh jadi kelak kita akan membutuhkan bantuan dari orang-orang yang sering kita remehkan ataupun dengan orang yang tak pernah kita sapa sekalipun, karena kehidupan terus berputar.

Sahabat..prosesi makan yang kita lakukan juga memberikan pelajaran, bahwa semua yang kita terima, semua yang kita makan adalah anugerah dari Tuhan YME. Tuhanlah yang menggerakkan petani untuk menanam padi, Tuhanlah yang menggerakkan bu Darni untuk bangun pagi dan memasak buat kita. Sudah sepantasnyalah kita memulai memakan rezeki pemberian-Nya dengan tidak lupa berdoa serta menyebut asma-Nya.Ingatlah semua nikmat itu adalah pemberian dari Tuhan, dan sangatlah mudah untuk Tuhan mencabut nikmat-nikmat itu jika kita tidak bersyukur atas rezeki yang telah diberikan.

Sahabat..”Tanpa Sebutir Nasi yang tertinggal” memberikan pelajaran bagi kita untuk menghargai makanan kita, makan sesuai porsi diri kita masing –masing, tidak berlebihan. Kita diajarkan untuk membagi isi perut kita, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, sepertiga untuk udara. Dengan menyadari seberapa besar porsi kita, naka kita akan dapat menentukan takaran makanan yang kita ambil. Dengan begitu, kita akan mampu meminimalisir makanan yang tersisa. Tidak membiarkan satu butir nasi pun di piring kita mengajarkan bahwa sebutir nasi itu boleh jadi adalah berkah dari Tuhan buat kita, sebutir nasi itu adalah barang yang sangat berharga bagi orang di luar sana. Cobalah kita berpikir sejenak, jika setiap penduduk di Negara kita meninggalkan sebutir nasi dalam sekali makan, lalu berapa butir nasikah yang terbuang sia-sia ?. Boleh jadi, butiran-butiran nasi itu akan terkumpul menjadi beberapa piring yang dapat dimakan oleh beberapa orang. Di luar sana, masih begitu banyak orang yang jarang memakan nasi setiap hari, …di luar sana , masih begitu banyak orang memakan nasi basi. Maka..marialah kita bersama-sama mensyukuri nikmat pemberian dari-Nya. Marilah kita berusaha untuk tidak menyisakan sebutir nasipun di piring kita ketika makan. Karena boleh jadi barang yang kita remehkan dan kita sepelekan akan sangat berarti bagi orang lain. Jangan sisakan sebutir nasi dipiringmu, jangan biarkan terbuang dengan sia-sia,Selamat Makan!

Sabtu, Juni 12, 2010

MENATAP LANGIT JAKARTA

Pagi itu, aku pun akhirnya tiba di Jakarta, setelah menempuh perjalanan darat dengan mobil travel sekitar 18 jam. Agak lama memang, dikarenakan harus menjemput penumpang lainnya ke rumah masing-masing. Ah..yang penting murah,dapat makan, diantar sampai tempat. Selain murah hitung-hitung menikmati perjalanan ke daerah-daerah pelosok untuk menjemput penumpang dan subhanallah pemandangan alamnya luar biasa.

Setelah tiba di kost baru,aku letakkan barang bawaanku dari kampung yang memang hanya beberapa pakaian ganti. Alhamdulilah susasana kost cukup nyaman dan tenang. Di depan kost,pohon-pohon begitu rimbun ,menjadikan suasana menjadi sejuk dan segar diantara hiruk pikuk kota Jakarta yang panas dan macet.Dari serambi lantai 2 kost ,tepat di depan kamarku…sesekali ku arahkan pandangan mataku ke atas langit kota Jakarta. Subhanallah, walaupun sedikit mendung, aku pun tetap menikmatinya.Hamparan langit yang luas, yang memberikan inspirasi bagiku akan kebebasan,kemerdekaan dan sebuah ke optimisan. Ku tatap langit Jakarta pagi itu,…ah..ternyata tetap sama dan tak jauh beda ketika ku tatap langit di kampungku. Walaupun dipenuhi oleh gedung –gedung tinggi yang menjulang, aku masih dapat menatap langit Jakarta dengan jelas. Gedung-gedung tinggi di Ibu Kota ini tak mampu mengalahkan tinggi dan luasnya langit ciptaan-Nya. Manusia tak lebih hanya sebagai titik kecil diantara luasnya alam semesta ini.

###### Sahabat,sejenak ku berpikir…ketika ku tatap langit di kampungku dan di jakarta ternyata memiliki sebuah kesimpulan yang sama. Kita..manusia yang dibawah langit ini tak ubahnya seorang makhluk kecil dibandingkan dengan luasnya alam semesta ini. Ah..betapa tidak pantasnya diri kita untuk menyombongkan diri, menyombongkan status kita sebagai orang kota atau desa, menyombongkan kedudukan kita, menyombongkan pangkat dan jabatan kita,menyombongkan harta kekayaan kita..sungguh diri ini merasa tak pantas. Lihatlah..betapapun tingginya jabatan seseorang..betapapun dia duduk di gedung –gedung tinggi yang menjulang , dia hanyalah seorang makhluk kecil yang tak mampu menandingi tinggi dan luasnya langit ini,apalagi dibandingkan dengan Sang Pencipta Langit..kita bukan apa-apa. Begitu banyak orang yang sombong, padahal dia berasal dari air yang hina,pergi kemana-mana membawa kotoran..akan tetapi dia merasa tinggi dengan menghujat dan meremehkan orang lain.Status orang kota,atau orang desa, ataupun seorang pegawai,pejabat atau buruh tidak menjamin ketinggian derajat kita di mata Tuhan. Ketaqwaan,dan perbuatan kitalah yang membedakan. Selama kita masih hidup di bawah langit dan masih menghirup bebas udara pemberian-Nya maka kita sama,yang membedakan adalah derajat ketaqwaan kita kepada Allah SWT.Tak sepantasnya kita meremehkan dan merendahkan atau menghina orang lain.Tak sepantasnya kita menyombongkan diri kita. Sahabat..sesekali,luangkanlah waktumu untuk menatap langit,di manapun kita berada, semoga senantiasa mengingatkan kita sebagai makhluk Tuhan yang tak pantas untuk menyombongkan diri dan selalu ingat dengan siapa yang menciptakan kita semua.